(Image by pressfoto on Freepik)
MVP adalah salah satu istilah yang penting untuk kamu ketahui jika ingin berkarier di perusahaan startup. Kepanjangan MVP bukanlah most valuable player seperti pada olahraga atau e-sports, ya! Namun, kepanjangannya yaitu Minimum Viable Product.
Singkatnya, MVP merupakan strategi mengembangkan produk buatan startup menjadi versi paling sederhana. Melalui cara ini, pemilik startup bisa melakukan uji coba produk sebelum meluncurkan versi lengkapnya.
Kalau ingin produk-mu diterima pasar, pastikan kamu memahami dan mengimplementasikan konsep MVP, ya! Sebab, dengan strategi ini, kamu pun bisa lebih menghemat biaya dan sumber daya.
Untuk lebih memahami mengenai penerapan Minimum Viable Product, yuk simak artikel berikut ini! Pada artikel ini akan dibahas tentang arti, tujuan, tahapan, hingga contoh MVP.
Dalam dunia startup dan bisnis, MVP singkatan dari minimum viable product. Menurut Forbes, MVP adalah produk yang dikembangkan dengan serangkaian fitur dasar untuk menarik perhatian pengguna.
Bisa dibilang, MVP menjadi versi awal dari produk buatan startup sebelum diluncurkan secara massal. Konsep produknya dibuat sederhana dengan fitur-fitur minimum yang memungkinkan untuk diuji coba user.
Ada alasan tertentu kenapa startup membuat MVP sebelum merilis produk ke dalam versi lengkap. Salah satunya sebagai landasan untuk menguji keberhasilan ide produk sebelum melakukan investasi besar-besaran dalam pengembangan.
Jadi, daripada membuat produk versi lengkap, perusahaan pun bisa memfokuskan pengembangan versi sederhana ini.
Dengan MVP, pengusaha pun bisa lebih menghemat waktu dan tenaga saat menciptakan produk. Yang paling penting, perusahaan bisa memberikan akses untuk menerima feedback langsung pengguna.
Hasil feedback ini bisa digunakan sebagai bahan untuk menyempurnakan produk secara bertahap. Kamu pun bisa mengetahui lebih cepat jika terdapat kendala seperti error, kurang user-friendly, dan sebagainya. Alhasil, produk yang nantinya akan dirilis pun lebih sesuai dengan kebutuhan pasar dan pengguna.
MVP adalah pendekatan awal yang penting dalam pengembangan produk sebuah startup. Strategi ini dibutuhkan agar perusahaan tak perlu mengeluarkan biaya besar saat membuat produk.
Berikut ini beberapa alasan mengapa MVP sangatlah penting dalam pegembangan produk buatan startup:
(Image by tirachardz on Freepik)
Sebagai versi sederhana dari produk buatan startup, minimum viable product adalah strategi yang fokus pada tujuan sebagai berikut:
Sebetulnya, startup biasanya melakukan metode A/B testing untuk menguji produk sebelum perilisan. Namun, pengujian tersebut tidaklah bersifat menyeluruh.
Nah, dengan minimum viable product, kamu dapat melakukan pengetesan produk pada pengguna nyata. Mereka akan mencoba menggunakannya dan bisa memberikan feedback berdasarkan pengalaman tersebut.
Berdasarkan feedback dari pengujian, kamu bisa segera menyempurnakan produk. Hal ini akan sangat membantu jika kamu ingin mempercepat peluncuran produk.
Bahkan, kamu pun tak perlu khawatir tertinggal kalau sedang mengejar suatu momen penting seperti ingin meluncurkan produk saat hari besar tertentu.
Pembuatan produk tidak bisa lepas dari risiko. Namun, kamu dapat meminimalisir risiko tersebut dengan mengembangkan minimum viable product.
Ini bisa membantu untuk memahami kebutuhan dan harapan pengguna serta menyempurnakan fitur pada produk akhir.
Kalau dibandingkan dengan perusahaan korporat, biasanya startup belum punya pendanaan yang matang. Alhasil, perusahaan pun perlu menghemat pengeluaran.
Nah, minimum viable product dapat membantumu melakukan hal tersebut. Kamu hanya perlu membuat produk dengan fitur-fitur sederhana dan utama. Nantinya, pengembangan produk akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan feedback pengguna.
Baca Juga: Apa Itu Proaktif? Ini Manfaat dan Tujuannya!
Melansir dari Techopedia, terdapat tiga karakteristik utama dari MVP di dunia bisnis. Masing-masing karakteristik tersebut bisa kamu lihat di bawah ini, ya!
MVP adalah produk yang bersifat sementara. Meski begitu, kamu harus mampu meyakinkan pengguna bahwa nantinya produk akhir dapat memberi manfaat di masa depan.
Buktikan bahwa produk tersebut bakal terus berkembang untuk memaksimalkan manfaatnya.
Ketika kamu memberikan akses kepada pengguna, jangan lupa meminta feedback dari mereka.
Tanyakan pendapat mereka tentang pengalaman menggunakan produk dan fitur-fiturnya. Lalu, jadikan feedback tersebut sebagai bahan untuk menyempurnakan produk final.
Fitur-fitur dalam MVP memang masih terbilang sederhana. Walau begitu, kamu harus bisa memastikan bahwa minimum viable product tetap menarik bagi pengguna.
Jika berhasil menggaet pengguna awal, kamu pun dapat merasakan manfaatnya secara maksimal.
Saat meluncurkan produk, minimum viable product merupakan strategi efektif bagi startup maupun perusahaan. Terdapat sejumlah manfaat nyata merancang MVP, yaitu:
MVP memaksa kamu untuk menentukan nilai produk yang akan diberikan kepada target pelanggan.
Dengan begitu, kamu bisa menetapkan visi, misi, dan target yang jelas. Adanya kejelasan visi dan misi akan membantumu mengembangkan produk secara lebih efisien.
Melalui pengembangan minimum viable product, kamu bisa lebih fokus pada fungsi inti produk. Apalagi, ini juga memberikanmu feedback dan validasi dari pengguna.
Hal ini dapat membantu kamu untuk menyempurnakan produk final sebelum benar-benar dipasarkan.
Ternyata membuat MVP berarti kamu telah membangun hubungan yang baik dengan pelanggan, lho. Ini menunjukkan bahwa kamu peduli dengan kebutuhan pelanggan.
Sebab, sebagai bagian dari perusahaan, kamu akan meminta pelanggan mempelajari produk. Lalu, berdasarkan pengalaman menggunakannya, kamu akan meminta feedback mereka.
Tiap produk pasti memiliki tampilan visual, yang disebut juga dengan user interface (UI). Untuk memudahkan pengguna, suatu produk idealnya memiliki UI yang rapi dan jelas.
Nah, minimum viable product bisa membantumu mewujudkan hal tersebut. Pengguna dapat memberikan umpan balik terkait UI-nya.
Minimum viable product memberikan kesempatan kepada kamu untuk melakukan pembaruan pada produk.
Mengingat bersifat sementara, kamu pun bisa merencanakan, mengembangkan, dan menguji ulang suatu produk berkali-kali sampai mendapatkan hasil sesuai harapan.
(Image by pressfoto on Freepik)
Tiap perusahaan bisa saja memiliki tahapan berbeda dalam membuat MVP product. Namun, sebagai gambaran, pada umumnya pembuatannya melibatkan tahapan berikut:
Mulailah dengan memahami masalah yang ingin kamu selesaikan terlebih dahulu. Lalu, identifikasikan apa yang dibutuhkan oleh pelanggan. Apa yang membuat orang kesulitan atau tidak puas? Inilah titik awal dalam merancang solusi yang efektif.
Melalui riset, kamu dapat lebih memahami perilaku dan hambatan pelanggan dalam melakukan sesuatu. Bisa dalam bentuk malfungsi produk, desain yang rumit, dan sebagainya.
Berdasarkan hasil riset, lakukan brainstorming untuk menemukan ide produk yang akan kamu kembangkan. Tujuannya agar ide bisa lebih relevan dan tepat sasaran dalam menjawab kebutuhan pelanggan.
Sebelum melangkah lebih jauh, pastikan bahwa ide produkmu sesuai dengan kebutuhan target pelanggan. Untuk itu, kamu perlu melakukan riset pasar. Hasil dari riset ini dapat memberikan validasi terhadap ide produk kamu.
Apabila ide produk sudah tervalidasi, saatnya kamu pilih fitur-fitur utama yang akan disematkan. Tentukan fitur-fitur yang paling vital untuk memecahkan masalah yang diidentifikasi.
Pertimbangkan kebutuhan target pelanggan sesuai hasil riset yang telah kamu lakukan. Fokuslah pada aspek-aspek yang memberikan nilai tambah yang besar bagi pengguna.
Selanjutnya, kamu bisa mulai mendesain dan mengembangkan minimum viable product. Penting untuk diingat kembali bahwa sifatnya sementara.
Jadi, sangat mungkin kalau desain dan pengembangan produk akan mengalami perubahan. Agar prosesnya efektif, kamu perlu menerapkan strategi yang tepat.
Strategi MVP minimum viable product memiliki ruang untuk perbaikan. Artinya, kamu bisa selalu mengoptimalkan pengembangan selama strateginya pas.
Tetapi, bagaimana strategi yang tepat dalam merancang MVP? Yuk, simak langkah-langkahnya berikut ini:
Langkah pertama dalam pengembangan MVP adalah mengidentifikasi kebutuhan pasar yang ingin kamu penuhi dengan produk.
Lakukan riset pasar secara menyeluruh untuk memahami masalah yang dihadapi oleh target pasar. Riset ini juga berguna untuk mengetahui bagaimana produk-mu dapat menjadi solusi yang efektif. Fokuslah pada fitur-fitur yang paling penting untuk memecahkan masalah tersebut.
Setelah perilisan, lakukan pendekatan “build, measure, learn” atau BML. Pada pendekatan ini, kamu menjalani siklus untuk membangun produk, mengukur performa produk dan tingkat kepuasan pelanggan. Selanjutnya, pelajari hasil pengukuran tersebut.
Kemudian, bandingkan hasil siklus BML dengan hipotesis pengembangan produk. Nah, jadikan hasil analisis ini sebagai bahan untuk menyusun strategi selanjutnya.
Apa, sih, fungsi inti dari produk yang kamu buat? Dengan menjawab pertanyaan tersebut, kamu bisa menentukan fitur-fitur utama produk.
Fokuslah pada fitur-fitur yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan dasar pengguna dan memecahkan masalah yang dihadapi pasar. Hindari keinginan menambahkan fitur-fitur tambahan yang tidak penting untuk tahap awal ini, ya!
Setelah fitur-fitur utama ditetapkan, langkah berikutnya adalah membuat prototipe atau replika produk tersebut. Prototipe ini harus cukup fungsional untuk memberikan gambaran yang jelas tentang cara kerja produk kepada pengguna.
Gunakan alat-alat prototyping yang tersedia secara online atau buat prototipe secara manual untuk memulai. Replika ini nantinya akan dikembangkan secara bertahap hingga membentuk minimum viable product.
Setelah prototipe selesai, luncurkan MVP kamu ke sejumlah pengguna untuk diuji coba. Amati tanggapan mereka dan kumpulkan umpan balik yang berharga untuk memahami bagaimana produk tersebut dapat ditingkatkan lebih lanjut.
Jangan takut untuk menerima kritik dan saran dari pengguna, ya! Hal ini dapat membantu kamu melakukan perbaikan yang diperlukan.
Ingatlah bahwa MVP adalah sebuah proses yang iteratif. Maksudnya, kamu jadi punya kesempatan untuk terus mengembangkan dan menyempurnakan hingga mencapai hasil akhir yang diinginkan.
Jadi, lakukan iterasi produk secara terus-menerus. Dengan setiap iterasi, produk akan menjadi lebih baik dan lebih sesuai dengan kebutuhan pasar.
Fitur memang penting untuk mendukung fungsi produk, tapi ia bukanlah fokus utama. Kamu perlu berfokus pada solusi agar bisa memenuhi kebutuhan target pelanggan.
Hanya dengan beginilah kamu bisa merasakan keuntungan maksimal dari strategi ini.
Sebetulnya, tidak ada keharusan bagi startup dan perusahaan untuk membuat minimum viable product sebelum merilis produk baru. Namun, dengan memulai proyek menggunakan ini, kamu bisa merasakan berbagai keuntungan berikut ini:
Arti MVP yaitu produk yang dikembangkan dengan serangkaian fitur dasar untuk mendukung fungsi utama produk. Melalui minimum viable product, kamu bisa lebih fokus mengembangkan fitur-fitur inti pada produk. Alhasil, kamu bisa menghemat waktu dan biaya.
Kamu butuh investasi besar untuk mengembangkan produk secara lengkap dan merilisnya. Padahal, tidak ada yang bisa menjamin apakah investasi tersebut akan membuahkan hasil. Nah, ini bisa membantu kamu meminimalisir risiko kegagalan tersebut.
Soalnya, minimum viable product merupakan produk versi awal yang fitur-fiturnya terbatas. Hal ini memungkinkan kamu untuk melakukan validasi konsep dan mengumpulkan feedback dari pengguna. Kamu jadi bisa menyempurnakan produk final berdasarkan feedback tersebut.
Untuk bisa mendapatkan feedback dari para pengguna, kamu harus memberi akses terlebih dulu. Artinya, kamu melibatkan pengguna dalam proses pengembangan produk. Hal ini dapat membuat pengguna merasa lebih dekat dengan produk kamu, lho!
Bersifat sementara, ini menawarkan ruang fleksibel bagi kamu untuk memperbaiki kualitas produk.
Kamu bisa terus-terusan mengembangkan, menguji, dan mengevaluasi hingga mencapai hasil yang diinginkan.
(Image by tirachardz on Freepik)
Dalam proses pengembangan, selain uang, siapkan diri kamu untuk menghadapi sejumlah tantangan. Berikut beberapa di antaranya:
Suatu produk bisa dikatakan berhasil apabila mampu menjawab kebutuhan pengguna dengan baik. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu adanya identifikasi kebutuhan secara tepat. Inilah salah satu tantangan yang umum dihadapi para pelaku startup maupun perusahaan.
Solusinya, lakukan riset pasar secara mendalam agar bisa memahami kebutuhan dan masalah yang dihadapi pengguna. Kamu dapat melakukan survei, wawancara langsung, mengadakan focus group discussion, hingga memantau media sosial.
Sebagai pembuat produk, tentu kamu ingin menghasilkan produk yang mampu menjawab kebutuhan pengguna. Namun, tidak ada jaminan apakah produk tersebut akan sesuai dengan ekspektasi mereka.
Oleh sebab itu, identifikasilah kebutuhan dan masalah pengguna secara mendalam agar kamu bisa mengembangkan produk yang tepat sasaran.
Anggaplah kamu berhasil mengembangkan minimum viable product yang menjawab kebutuhan pengguna. Namun, di sinilah tantangan selanjutnya muncul. Kamu harus memastikan bahwa produk final memiliki nilai kualitas yang at least sama baiknya.
Meskipun cukup menantang, hal ini tidaklah mustahil, kok. Buktinya, beberapa brand berhasil mengembangkan produk berbasis minimum viable product.
Beberapa brand ternama berhasil mengembangkan produk berbasis MVP, misalnya Airbnb, Dropbox, dan Zappos. Berikut masing-masing cerita dari contoh minimum viable product berikut ini!
Airbnb adalah online marketplace yang menyediakan layanan sewa akomodasi rumah atau apartemen. Platform ini juga memungkinkan kamu untuk menyewakan tempat tinggal.
Bisnis ini berawal pada akhir 2017. Kala itu, Joe Gebbia dan Brian Chesky—pendiri aplikasi Airbnb—baru saja pindah ke San Fransisco untuk mengikuti konferensi. Namun, mereka kehabisan hotel sehingga butuh tempat tinggal. Di sisi lain, uang mereka juga terbatas.
Merasa banyak orang-orang yang mengalami masalah yang sama, Joe dan Brian akhirnya membeli 3 matras. Selanjutnya, markas tersebut diletakkan di ruang keluarga apartemen mereka. Mereka pun mengambil foto apartemen dan mempromosikannya pada website untuk membantu orang-orang.
Dari sinilah awal mula aplikasi Airbnb muncul. Berangkat dari masalah yang ada, aplikasi Airbnb berhasil mengembangkan produknya untuk menghubungkan para penyewa properti dengan orang-orang yang butuh akomodasi.
Contoh minimum viable product satu ini cukup menarik. Sebab, peluncuran produk terjadi bahkan sebelum produk tersebut resmi hadir dan layak pakai.
Dropbox didirikan oleh Drew Houston dan Arash Ferdowsi sebagai layanan penyimpanan file berbasis cloud. Awalnya, mereka membagikan video untuk menunjukkan cara kerja Dropbox ke orang-orang. Siapa sangka, video tersebut berhasil menarik 75.000 orang untuk mendaftar layanan Dropbox.
Drew dan Arsh pun terus melanjutkan pengembangan Dropbox hingga jadi layak pakai dan berguna. Kini, Dropbox telah dikenal sebagai salah satu layanan penyimpanan file paling populer di dunia. Tercatat, layanan ini sudah dipakai jutaan orang dan mempunyai nilai valuasi miliaran dolar.
Zappos merupakan perusahaan retail pakaian dan sepatu online asal Amerika. Amazon mengakuisisi Zappos dengan nilai 1,2 miliar USD pada 2009 lalu. Namun, sebelum sukses seperti sekarang, Zappos adalah toko sepatu online dengan website sederhana.
Pendiri Zappos, Nick Swinmurn, membuat toko online bernama Shoesite.com tanpa punya produk asli. Ia hanya posting foto sepatu yang layak jual.
Ketika ada yang pesan, barulah ada proses Nick pergi ke toko sepatu offline untuk membelinya. Lalu, ia akan mengirimkan sepatu tersebut kepada pemesan.
Baca Juga: 4 Cara Menjawab Gaji yang Diharapkan
Pengembangan MVP adalah strategi yang kuat dalam membangun produk startup yang sukses.
Ingin membuat minimum viable product yang sukses seperti ketiga brand di atas? Sebetulnya, kesuksesan tiap produk pasti punya strategi yang berbeda. Namun, kamu bisa coba menerapkan beberapa tips ini:
Fokuslah pada masalah dan kebutuhan target pengguna, sehingga kamu juga bisa fokus dalam menggali solusinya. Dengan begitu, solusi yang kamu buat pun akan mampu menjawab kebutuhan para pengguna.
Aktiflah berinteraksi dengan pengguna sejak tahap awal. Terjunlah langsung saat melakukan riset pasar. Jadi, kamu bisa benar-benar memahami kebutuhan dan masalah yang dihadapi pengguna. Hal ini juga dapat memperkuat hubunganmu dengan pengguna, lho!
Dengarkan baik-baik setiap pengalaman pengguna selama menggunakan minimum viable product kamu. Tampung semua feedback yang mereka berikan. Jadikan cerita dan feedback mereka sebagai bahan untuk memperbaiki produk.
Lakukan pengujian tiap kali kamu melakukan perbaikan produk. Lalu, ukur performa produk dan tingkat kepuasan pengguna. Terus lakukan kedua hal tersebut hingga produk kamu mencapai hasil yang diinginkan.
Minimum Viable Product (MVP) adalah strategi yang kuat dalam membangun startup yang sukses. Strategi ini dilakukan dengan pengembangan produk dengan serangkaian fitur dasar untuk menarik perhatian pengguna. Melalui MVP, kamu pun bisa mendapatkan feedback langsung dari pengguna.
Dengan fokus pada fitur-fitur inti dan menerima umpan balik langsung dari pengguna, kamu dapat mengarahkan pengembangan produk dengan lebih efisien. Jadi, jangan pernah meremehkan kekuatan dari MVP dalam pengembangan produk. Cara ini sangat membantu menguji ide bisnis dan mencapai kesuksesan dalam pasar yang kompetitif.
Itulah informasi lengkap seputar Minimum Viable Product. Wawasan ini penting sebagai modal kalau kamu ingin berkarier di dunia startup, tepatnya untuk posisi product developer.
Sudah siap melamar kerja di startup maupun posisi product developer? Segera perbarui profil-mu di Jobstreet by SEEK dan temukan pekerjaan impian.
Sambil mempersiapkan diri, kunjungi Tips Karier untuk membaca artikel serupa. Dapatkan juga akses lebih mudah untuk konten video pembelajaran SeekMAX dengan mengunduh aplikasi Jobstreet by SEEK di Apple App Store dan Google Play Store.
Semoga informasi ini bisa membantumu, ya!
Arti MVP adalah produk yang dikembangkan dengan fitur-fitur dasar untuk menarik perhatian pengguna.
Minimum viable product penting dalam pengembangan produk. Sebab, ini dapat menghemat waktu dan biaya, mengurangi risiko kegagalan, meningkatkan keterlibatan pengguna, serta meningkatkan adaptabilitas produk.
Kamu bisa menentukan fitur utama dengan melakukan riset target pasar. Lalu, pahami kebutuhan dan masalah yang mereka hadapi. Berdasarkan hasil riset, tentukan fitur-fitur utama untuk solusi yang sejalan dengan fungsi inti produk.
Beberapa tantangan utama dalam pengembangan minimum viable product:
- Identifikasi kebutuhan pengguna secara akurat
- Mengelola ekspektasi pengguna
- Menjaga kualitas produk.
Contoh produk yang sukses berbasis minimum viable product yaitu Airbnb, Dropbox, dan Zappos.