Silo mentality adalah istilah di dunia kerja yang merujuk pada kecenderungan seseorang yang enggan berbagi informasi kepada individu lain. Perilaku seperti ini biasanya muncul pada orang-orang di lingkungan kerja yang kompetitif.
Jika terus dipelihara, silo mentality ternyata bisa memberikan dampak buruk bagi individu maupun perusahaan yang bersangkutan. Padahal, dalam dunia bisnis yang makin kompleks seperti sekarang, komunikasi dan kolaborasi menjadi salah satu kunci kesuksesan.
Lantas, apa saja penyebab, ciri-ciri, dan dampak negatif silo mentality? Bagaimana cara menghilangkan silo mentality? Semua pertanyaan itu akan terjawab dalam artikel ini. Yuk, kita pelajari bersama!
Pada dasarnya, silo mentality berasal dari kata “silo”. Arti silo adalah bangunan tinggi yang diperuntukkan sebagai tempat menyimpan hasil pertanian. Tidak hanya tinggi, akses menuju bangunan tersebut juga terbatas, karena tidak memiliki jendela.
Jika dihubungkan dalam konteks bisnis atau dunia kerja, arti silo mentality adalah sifat individualis yang menyebabkan keengganan karyawan atau divisi dalam berbagi informasi, sumber daya, hingga pengetahuan dengan rekan kerja lainnya.
Lebih luas lagi, silo mentality adalah salah satu penghambat komunikasi dan kolaborasi antara departemen yang ada di suatu perusahaan.
Ketika budaya atau sifat silo mentality, produktivitas perusahaan pun bisa menjadi taruhannya karena masing-masing departemen hanya mementingkan tujuan dan prioritasnya sendiri.
Lalu, apa saja sih faktor-faktor yang bisa menyebabkan munculnya mentalitas silo? Berikut penjelasannya:
Struktur organisasi yang kaku atau hierarkis merupakan salah satu alasan yang bisa mendorong munculnya sifat silo.
Dalam struktur organisasi yang kaku, masing-masing divisi atau departemen lebih condong bekerja secara mandiri dan hanya melaporkan kinerjanya kepada atasan langsung mereka.
Kalau sudah begini, budaya kolaborasi lintas departemen pun jadi sulit untuk berjalan.
Komunikasi yang buruk dan kurangnya transparansi antardepartemen juga berkontribusi terhadap munculnya budaya silo.
Ketika informasi tidak mengalir dengan baik ke setiap elemen organisasi, masing-masing divisi biasanya akan mengembangkan cara kerjanya sendiri tanpa memperhatikan kebutuhan dari divisi lainnya. Lagi-lagi, hal itu tentunya akan memengaruhi kolaborasi kerja antartim maupun individu.
Budaya individualisme yang tumbuh subur juga dapat memperparah mental silo. Ketika karyawan lebih mementingkan pencapaian pribadi dan keberhasilan divisi mereka sendiri, kerja sama dan kolaborasi antardivisi menjadi terabaikan.
Ketika setiap divisi tidak saling percaya, mereka cenderung enggan berkolaborasi dalam proyek bersama dan lebih mudah untuk saling menyalahkan. Munculnya ketidakpercayaan antardivisi ini sering kali terjadi akibat adanya konflik atau pengalaman buruk di masa lalu.
Kepemimpinan yang efektif ditandai dengan adanya kemampuan untuk menciptakan visi bersama dan mendorong setiap individu untuk bekerja secara kolaboratif.
Ketika seorang atasan tidak memiliki kemampuan memimpin yang efektif, maka jangan heran kalau kamu menemukan karyawan dengan pola pikir silo.
Baca juga: Kolaborasi Adalah Bentuk Kerja Sama, Ini Fungsi dan Contohnya
Setelah mengetahui faktor-faktor penyebab mental silo, sekarang saatnya kamu menyimak lebih detail bagaimana dampak negatif dari mentalitas silo bagi pertumbuhan perusahaan. Berikut penjelasannya:
Salah satu dampak negatif paling jelas dari silo mentality adalah terhambatnya kolaborasi dan komunikasi antardepartemen.
Padahal, kolaborasi dan komunikasi sangat dibutuhkan untuk menciptakan suasana kerja yang lebih positif, meningkatkan produktivitas kerja, hingga mempercepat penyelesaian tugas atau suatu masalah.
Mental silo kerap menjadi penghambat dalam pengambilan keputusan yang efektif. Bagaimana tidak, mentalitas silo membuat seseorang lebih condong untuk membuat keputusan berdasarkan informasi yang terbatas dari satu divisi.
Sikap seperti itu tentu bisa menyebabkan pengambilan keputusan yang kurang tepat atau bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan secara menyeluruh.
Inovasi sering kali lahir dari orang-orang yang mau berkolaborasi. Sayangnya, mentalitas silo menghalangi proses ini.
Tanpa adanya kolaborasi yang baik, karyawan akan lebih sulit untuk menghasilkan dan mengimplementasikan ide-ide baru yang mampu mendorong perusahaan dalam meningkatkan kinerja atau produktivitas.
Mental silo hanya akan menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat. Pasalnya, masing-masing divisi lebih mengutamakan persaingan daripada kerja sama.
Jika dibiarkan terus-menerus, kondisi seperti ini mampu menurunkan motivasi dan semangat kerja karyawan selama di kantor.
Pada akhirnya, semua dampak buruk yang telah disebutkan di atas hanya akan melemahkan daya saing perusahaan di pasaran. Padahal setiap perusahaan selalu dituntut untuk beradaptasi dengan cepat terhadap kebutuhan pasar dan pelanggan.
Sebelum mencari tahu cara mengatasi mentalitas silo, penting bagi kamu untuk lebih dulu mengenali ciri-cirinya. Berikut adalah beberapa ciri-ciri silo mentality dalam dunia kerja:
Saat masing-masing divisi mulai enggan untuk saling berkomunikasi ataupun berinteraksi satu sama lain, ini bisa menjadi tanda awal adanya budaya silo.
Waspadalah ketika karyawan atau departemen hanya fokus pada tugas atau masalah mereka sendiri. Terlebih, jika mereka juga abai dengan permasalahan di departemen lainnya. Sikap ini menunjukkan adanya pola pikir silo.
Jika kamu menemukan departemen atau divisi yang selalu defensif dan antikritik, bisa jadi mereka sedang mengidap mentalitas silo. Perilaku seperti ini biasanya membuat orang-orang yang terlibat akan sulit berkembang, berinovasi, dan menjadi tidak produktif.
Ciri mental silo yang terakhir adalah keengganan individu atau divisi untuk berbagi informasi dan sumber daya dengan tim lainnya. Hal ini tentunya bisa mengurangi efisiensi dan produktivitas perusahaan.
Baca juga: Kuasai 7 Jenis Skill Komunikasi Nonverbal Ini untuk Menunjang Karier!
Setelah mengetahui ciri-cirinya, kini saatnya kamu mempelajari cara atau strategi menghilangkan silo mentality. Berikut adalah beberapa langkah proaktif yang bisa dilakukan oleh perusahaan untuk menghilangkan silo mentality:
Untuk membangun komunikasi dan kolaborasi yang baik, perusahaan perlu menghadirkan lingkungan di mana masing-masing divisi bisa berkomunikasi dengan mudah dan terbuka.
Upaya selanjutnya adalah mendorong karyawan untuk berbagi pengetahuan melalui praktik mentoring dan cross-training. Selain mencegah timbulnya budaya silo, dua cara tersebut akan membantu karyawan dalam mengembangkan dan memahami skill yang belum dikuasai.
Cara selanjutnya adalah membentuk tim lintas fungsi atau lintas divisi. Tim lintas fungsi atau divis akan memungkinkan karyawan untuk saling berkolaborasi dan bertukar ide yang nantinya akan membantu mereka dalam menyelesaikan proyek-proyek tertentu.
Ketika sedang mengerjakan proyek bersama, pastikan pembagian peran dan tanggung jawab sudah jelas sejak awal. Hal ini dapat membantu mengurangi kebingungan dan konflik antardepartemen.
Ketika setiap anggota tim tahu apa yang diharapkan dari mereka, kemungkinan besar mereka mampu bekerja secara efektif.
Jika budaya kolaborasi terasa sulit dibangun secara alami, tidak ada salahnya untuk mengadakan pelatihan mengenai kolaborasi dan teamwork.
Untuk menghadirkan lingkungan kerja yang kolaboratif dan menghilangkan mental silo, berikut beberapa tips praktis yang bisa diterapkan oleh perusahaan:
Desain ruang kerja sangat penting untuk menghindari kemunculan silo mentality. Ruang kerja yang terbuka dan mudah diakses oleh seluruh karyawan akan mendorong interaksi dan komunikasi antarkaryawan. Ketika komunikasi antarindividu atau antardivisi efektif, kualitas kolaborasi kerja tentnunya akan meningkat.
Mengadakan pertemuan rutin di mana karyawan dari berbagai departemen bisa berbagi informasi dan ide dapat membantu mengatasi mentalitas silo. Di sisi lain, pertemuan ini juga bisa menjadi forum bagi karyawan untuk saling berdiskusi secara terbuka dan memecahkan masalah bersama-sama.
Ada banyak sekali alat kolaborasi online yang bisa membuat karyawan saling bekerja sama. Kamu bisa menggunakan Slack, Microsoft Teams, Google Meet, atau Zoom untuk berkomunikasi secara real time.
Sementara itu, Google Docs dan Microsoft Office 365 hadir untuk memenuhi kebutuhan karyawan yang ingin mengolaborasikan dokumen. Ada juga aplikasi seperti Trello, Asana, dan Monday.com yang dapat dimanfaatkan untuk manajemen proyek.
Penggunaan berbagai aplikasi di atas tidak hanya berguna untuk menunjang kolaborasi kerja tetapi juga meningkatkan efektivitas komunikasi antarkaryawan maupun antardivisi.
Cross-training adalah pelatihan di mana karyawan diajarkan untuk melakukan tugas di luar pekerjaan utama mereka. Dengan cara ini, perusahaan bisa memiliki karyawan yang lebih adaptif, berpengetahuan luas, dan siap menghadapi setiap tantangan yang ada.
Perusahaan sebaiknya tidak perlu segan memberikan penghargaan atas kolaborasi yang sukses. Dengan adanya penghargaan, karyawan akan merasa lebih dihargai dan semakin termotivasi untuk mencapai hasil yang lebih baik lagi.
Adapun apresiasi dapat diberikan dalam berbagai bentuk, seperti kenaikan gaji, insentif, pengakuan publik, kursus gratis, cuti tambahan, atau menggelar acara penghargaan.
Baca juga: Mentor: Pengertian, Manfaat di Dunia Kerja, dan Jenis-jenisnya
Secara garis besar, silo mentality dalam dunia kerja adalah sifat individualis yang menyebabkan keengganan karyawan atau divisi dalam berbagi informasi, sumber daya, hingga pengetahuan dengan rekan kerja lainnya.
Dari pengertian tersebut, silo mentality dipastikan akan memberi dampak buruk terhadap pola komunikasi, kolaborasi, dan inovasi di suatu perusahaan jika terus dibiarkan atau tidak dicegah.
Oleh karena itu, mengidentifikasi ciri-ciri mentalitas silo adalah langkah pertama yang dapat dilakukan untuk mengatasi pola pikir tersebut.
Jika kamu bekerja dalam tim, budayakan untuk terbuka mengenai ide dan informasi terhadap sesama anggota tim dengan melakukan pertemuan rutin sebagai forum diskusi. Tidak harus bertemu secara langsung, kamu bisa menggunakan aplikasi online penunjang kolaborasi dan komunikasi agar lebih efektif.
Intinya, mentalitas silo harus kamu cegah agar produktivtas kerja individu maupun divisi bisa terus meningkat.
Yuk, persiapkan diri kamu untuk menggapai pekerjaan impian dengan membaca berbagai informasi dan Tips Karier di situs Jobstreet by SEEK.
Kamu juga bisa mengakses ribuan konten pembelajaran gratis dan terhubung dengan pakar industri di KariKu dalam aplikasi Jobstreet.
Setelah itu, jangan lupa perbarui profil Jobstreet kamu dan temukan lowongan kerja yang tepat.
Download aplikasi Jobstreet by SEEK di Play Store atau App Store dan nikmati kemudahan untuk mengakses informasi terbaru seputar dunia kerja hanya dalam satu genggaman saja! Semoga berhasil!