Survei yang dilakukan ke 3500 responden oleh JobStreet.com di bulan Desember 2015 menyatakan bahwa sebanyak 65,8% yang terdiri dari Generasi Y memilih untuk meninggalkan sebuah perusahaan setelah bekerja selama 12 bulan. Bagi perusahaan hal ini bukanlah informasi yang menyenangkan untuk diketahui. Faktor apa saja yang membuat mereka memilih untuk pindah bekerja?
Tidak Bahagia
Saat sudah tidak bahagia di tempat bekerjanya, 1 dari 5 responden menjadikan alasan tersebut untuk pindah bekerja. Merealisasikan sebuah ide serta merasa didengar menjadi hal yang penting bagi generasi Y untuk merasa betah. Sering kali perusahaan tidak menanggapi hal ini dengan serius. Menurut perusahaan, hal yang diutarakan oleh Generasi Y seperti bentuk komunikasi yang birokratis atau memberikan kesan acuh pada bawahan seharusnya tidak dibantah.
Tunjangan yang lebih besar
Generasi Y mempertimbangkan faktor tunjangan kesehatan, uang transportasi, konsumsi atau telekomunikasi untuk bertahan di satu perusahaan. Survei menyatakan hanya 1 dari 3 dari responden merasa puas dengan tunjangan yang diterima. Apakah ini berarti Generasi Y menjadikan tunjangan besar sebagai bentuk pertimbangan untuk bertahan di sebuah perusahaan? Jawabannya adalah tidak. Mereka merasa tidak puas karena adanya perbedaan antara ekspetasi bentuk tunjangan yang diterima dengan realita. Perusahaan merasa bahwa pekerja dari Generasi Y tidak memiliki kompetensi yang sepadan untuk mendapatkan tunjangan yang diharapkan.
Lingkungan yang tidak sesuai
Fleksibilitas dalam bekerja menjadi faktor yang penting bagi Generasi Y untuk merasa ‘betah’ di satu perusahaan. Hal – hal seperti kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan di luar kantor selama komunikasi tetap berjalan dengan keberadaan akses internet atau waktu masuk kantor yang bisa disesuaikan menjadi pilihan ideal bagi Generasi Y karena mereka merasa memiliki kemampuan untuk mengatur kecepatan bekerjanya tanpa terikat pada banyak peraturan. Sayangnya, hanya 1 dari 3 responden merasa hal ini sudah diimplementasikan di tempat bekerja.
Dengan begitu, perusahaan bisa menjadikan informasi diatas sebagai acuan untuk lebih memperhatikan kesejahtraan lingkungan bekerja. Persepsi Generasi Y yang tidak bisa diatur dan sering membangkang seharusnya dilihat sebagai kesempatan bagi perusahaan untuk memperkaya kinerja perusahaan dengan menggunakan ide segar.