“Nggak kuat gue punya bos macam dia! Pengen udahan aja gue di sini.” Entah udah berapa orang yang ngomong kayak gini ketika mau keluar dari tempat kerjanya. Selain karena bos yang entah itu gak adil atau micromanaging banget sama anak buah, ada faktor-faktor lain seperti rekan kerja culas atau nggak kooperatif, segala sesuatu dipersulit oleh perusahaan, beban kerja terlalu berat dan lain-lainnya. Kalau udah di puncak kekesalan, biasanya akal sehat udah gak berfungsi baik dan gegabah mengambil keputusan untuk resign. Nah, tepat gak sih ngambil keputusan berdasarkan emosi sesaat? Artikel ini akan coba membantu kalian dalam mempertimbangkan apakah resign adalah jalan terbaik dan tepat.
Sebelum memutuskan untuk resign, ingatlah bahwa di luar sana ada banyak orang-orang yang mengantri untuk menggantikan posisimu yang sering kamu hina-hina karena kerja di situ nggak enak dan tetek bengeknya. Ingat juga bahwa tidak mudah mencari pekerjaan, di mana keadaan saat ini lulusan sarjana S-1 semakin banyak, yang artinya kompetisi akan semakin sengit, kecuali kamu adalah top-level manager yang nggak perlu susah-susah cari kerja karena ada headhunter yang sudah mengincar profil JobStreet-mu.
Namun jika keputusan resign itu sudah tak tertahankan lagi, ada hal-hal yang kalian perlu tahu agar tidak menyesal di kemudian hari.
Hanya karena perkara satu atau dua orang toxic yang ada di lingkungan kerjamu, bukan berarti langsung nggak betah dan pengen pergi demi kesehatan mental dan jiwa he he. Perlu di ingat bahwa orang-orang kayak gitu tersebar di seluruh penjuru perusahaan, mau itu perusahaan yang bonafit, sampai ke perusahaan rintisan yang masih berskala kecil. Kalau kamu pikir dengan resign dari kantormu dengan harapan tidak akan bertemu mereka lagi, kamu salah! Kecuali, jika toxic-nya sampai satu kantor, silakan deh pergi, karena kesehatan mental itu susah disembuhkan.
Baca Juga: Hal yang Harus Dilakukan Sebelum Resign
Perkara gaji yang kecil atau tidak kunjung naik mungkin bisa jadi alasan yang cukup kuat untuk resign. Apalagi jika tanggungan semakin tinggi karena punya istri dan anak yang semakin tumbuh besar. Kalau pihak perusahaan tidak ada memberikan apresiasi kepada kamu yang telah loyal dan rela meluangkan waktu lebih banyak di kantor untuk bekerja, silakan resign. Namun jika kamu bekerja di perusahaan kecil yang gajinya tidak sebesar di korporasi, tapi kamu melihat perusahaan punya peluang untuk growing, mungkin bisa beri pertimbangan untuk bertahan sedikit lagi.
Sudah bekerja begitu lama dengan perusahaan tapi nggak pernah merasakan ada jenjang karier di perusahaan tersebut. Mungkin kamu tidak pernah minta ke si bos. Mungkin juga kinerja kamu yang dianggap bos belum siap dalam mengemban jabatan yang lebih berat dan menyibukkan. Atau yang lebih menyakitkan karena faktor like dan dislike. Kalau misalnya faktor pertama dan kedua yang menjadi penghalang, cobalah untuk mengembangkan diri, kuasai ilmu-ilmu yang dibutuhkan dan pertajam soft skill, seperti kemampuan untuk mengatur anak buah, analisis, dan pengambilan keputusan. Jika sudah yakin dengan kemampuanmu, cobalah untuk meminta kepada atasan bahwa kamu telah siap naik jabatan dengan segala pencapaianmu yang akan sulit ditolak oleh si bos. Jika ternyata ada faktor like dan dislike, kamu bisa pertimbangkan untuk segera resign deh.
Kira-kira itulah beberapa advice bagi kalian yang sedang berencana atau sudah bulat untuk pergi dari perusahaan. Jika alasan resign karena hanya permasalahan yang ternyata sepele, mending jangan deh, karena cari kerja itu berat. Rasanya keputusan untuk resign karena permasalahan sepele itu nggak worth it dibandingkan dengan dampak setelah resign nanti yang ujiannya akan sangat berat. Kalau permasalahannya sudah di luar kendali kamu, silakan resign dengan catatan sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang.