Apakah Anda tahu bahwa karyawan di Asia merasa tidak bahagia dibandingkan dengan karyawan dari negara lain?
Menurut sebuah survei terbaru yang dilakukan oleh perusahaan penyedia solusi SDM bernama TINYpulse, hanya 28 persen karyawan di Asia Pasifik yang bahagia dengan pekerjaannya, sementara pegawai di seluruh dunia mencatat angka 30 persen. Sekarang Anda mungkin berpikir bahwa kedua data tersebut tidak memiliki perbedaan besar namun hal itu menandakan bahwa sebagian besar karyawan, baik di dalam maupun di luar Asia Pasifik, tidak bahagia di tempat kerja mereka.
Survei ini dilakukan di lebih dari 1.000 organisasi di seluruh dunia, dengan lebih dari satu juta respon dari karyawan yang dirahasiakan namanya. Hal ini bertujuan untuk mengungkapkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan karyawan. Menurut TINYpulse, kebahagiaan karyawan adalah kunci yang membedakan seorang karyawan yang senang dengan pekerjaannya dan seorang karyawan yang hanya sekedar mengerjakan apa yang dibutuhkan. Pada umumnya, karyawan yang terlibat aktif lebih produktif, berkomitmen, fokus dan menghasilkan keuntungan, membawa kesuksesan bisnis sehingga mereka sangat dihargai dan dicari oleh organisasi bisnis.
Menariknya, berdasarkan survei tersebut, budaya kerja merupakan salah satu faktor yang memiliki dampak tertinggi terhadap kebahagiaan karyawan. Sementara tunjangan, jadwal fleksibel dan keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi mungkin tampak menarik namun tidak berhubungan dengan kebahagiaan karyawan secara keseluruhan. Budaya kerja positif meningkatkan komitmen, engagement dan kinerja karyawan secara keseluruhan. Sebagai gantinya, budaya bahagia yang ditanamkan di tempat kerja tidak hanya bermanfaat bagi kesejahteraan karyawan tetapi juga meningkatkan kepuasan klien karena karyawan yang ceria cenderung memberikan layanan pelanggan yang lebih baik.
Tahun ini, hanya 24 persen karyawan yang merasa memiliki hubungan yang kuat dengan rekan mereka dibandingkan dengan Laporan Keterlibatan Karyawan TINYpulse tahun 2015, di mana 27 persen memiliki pendapat yang sama. Sebagian besar karyawan mengatakan bahwa mereka tidak dekat dengan departemen lain atau orang-orang yang tidak bekerja sama secara rutin dan hanya berhubugan dengan anggota mereka saja. Situasi ini terjadi karena kurangnya usaha yang diberikan oleh manajemen untuk menumbuhkan hubungan lintas fungsi antar departemen. Banyak karyawan merasa bahwa perlu lebih banyak acara internal untuk mendorong keterlibatan karyawan dan orang-orang untuk saling mengenal satu sama lain dengan lebih baik.
Penghargaan terhadap karyawan secara signifikan mempengaruhi kebahagiaan karyawan. Sayangnya, survei tahun ini menunjukkan penurunan yang mengecewakan sebesar 16 persen dari tahun 2015, di mana hanya 26 persen karyawan merasa dihargai di tempat kerja. Karyawan dilaporkan tidak menerima penghargaan yang pantas atau tidak pada waktu yang tepat. Data ini tidak boleh dianggap enteng karena ketiadaan atau buruknya penerapan program penghargaan terhadap karyawan memiliki dampak yang mempengaruhi banyak aspek bisnis mulai dari semangat kerja sampai produktivitas dan tingkat retensi karyawan.
Kita sering diingatkan tentang betapa pentingnya sebuah bisnis menerapkan transparansi dalam organisasi mereka terutama dalam hal pengembangan kemampuan karyawan. Namun, hanya 25 persen karyawan yang merasa bahwa manajemen mereka transparan/terbuka dan ketika ditanya apakah mereka diberi jalur karir dan promosi yang jelas, hanya 49 persen yang percaya demikian. Seringkali, mereka tidak yakin dengan peluang yang ada, bagaimana cara mendapatkan promosi dan mereka tidak diberi informasi terperinci dari manajer terkait dengan jalur karir mereka.
Penilaian kinerja karyawan dapat meningkatkan pertumbuhan organisasi dan meningkatkan engagement karyawan jika hal ini dilakukan dengan cara yang tepat dan efisien. Survei mengungkapkan hanya 21 persen yang percaya bahwa proses penilaian kinerja mereka baik, ini jelas menunjukkan bahwa ada masalah yang nyata dengan metode penilaian kinerja saat ini. Salah satu masalah utama yang ditunjukkan oleh responden adalah bahwa karyawan tidak menerima umpan balik yang berarti tentang apa yang menentukan kinerja mereka dan apakah ada ruang untuk perbaikan. Selain itu, penilaian kinerja tahunan tidak lagi efektif karena kebanyakan karyawan ingin mengetahui kinerjanya secara berkala.
Intinya, sebagian besar dari kita menghabiskan hidup kita di tempat kerja untuk bekerja selama berjam-jam. Entah itu di sebuah perusahaan teknologi tinggi di Hong Kong, sebuah lembaga keuangan di Singapura atau usaha kecil di Indonesia, kita semua bekerja untuk memenuhi kebutuhan. Sebagai pelaku bisnis, bukankah sudah saatnya kita mulai menyadari pentingnya memiliki tempat kerja yang menyenangkan dan bekerja lebih keras dalam meningkatkan standar kebahagiaan karyawan untuk pengalaman tempat kerja yang lebih baik?